Assalaamu'alaykum wr.wb.. makasi ya udah mau mampir di blog aku yang mungkin agak gimana yaaa ... hehe tapi semoga ada yang bermanfaat. Enjoy It ^-^
RSS

Rabu, 20 November 2013

A Pearls of Heaven


 Assalamu'alaikum, saya Zalfa :D
Sebulan telah berlalu, waktu terasa begitu cepat mengalir ketika semua harus berpisah. Ya. Tugas akhir telah selesai dan perpisahan wisuda angkatan ke 30 akan segera dilaksanakan sekitar 2 minggu lagi. Zalfa Fairuz Khalisa, gadis yang selalu terlihat ceria kapanpun dan dimanapun yang kini tengah sibuk mempersiapkan untuk wisudanya, kini ia merasakan untuk yang ke tiga kali sedihnya sebuah perpisahan, dia merasa enggan harus segera beranjak dari kampus tercintanya berpisah dengan sahabat seperjuangan dan memulai lembaran baru. Ketiga kali? Ya betul, karena selain perpisahan sekolah ia tak pernah mengalami perpisahan yang lain. Hidupnya selalu dia buat sesempurna mungkin, walaupun tak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu kehidupan akan selalu ada masalah bukan? Tapi, bagi dia sebuah masalah bukan untuk diambil pusing bahkan sampai mengganggu kegiatan yang lain. Yang ada dibenaknya, masalah itu hanya sebagai motivator internal yg bisa membuat dia lebih tegar dan sebisa mungkin terus berkhusnudzhan pada-Nya, bahwa dengan berusaha semua masalah itupun akan teratasi dengan tuntas. Bukankah tidak ada penyakit yang gak ada obatnya? So, be enjoy with your life. Hidup hanya sekali pikirnya, terlalu indah jika digunakan untuk bergalau hanya karena masalah sepele.

***

Author POV

"Mama, sepertinya ini terlalu terbuka untukku, boleh aku pilih yg lain?" Dengan nada sopan ia bertanya pada mamanya. Zalfa mengangkat kebaya itu seraya memutar-mutarkan antara bagian depan dan belakangnya, dengan memicingkan matanya ia kurang setuju dengan kebaya yang dipilihkan ibunya disalah satu butik langganannya itu. Baru kali ini mereka berbeda pendapat.
"Bukankah ini bagus?" Yvonne, ibunya Zalfa mencoba mengambil kain untuk dipasangkan dengan kebaya yang sudah ia pilih. "Tuh lihat, matching kan?" Ivo *nama panggilan untuk ibunya Zalfa* mencoba meletakkan kain dan kebaya itu dengan bersamaan disebuah sofa yg tersedia disana. Tapi, Zalfa tetap tidak setuju dengan pilihan mamanya. Ia pikir itu terlalu terbuka untuk gadis berjilbab seperti dia. Lengan memang panjang, warna? tak ada masalah dengan itu biarlah mamanya yg memilih pikir Zalfa.
"Coba yaaa, sekarang kamu coba dulu sebelum kamu bilang gak suka" dengan senyuman dan sedikit mendorong punggung Zalfa ke arah fitting room, akhirnya dengan terpaksa Zalfa menuruti permintaan mamanya "walaupun aku tak suka, tak ada salahnya aku mencoba untuk membuat hatinya senang" Batin Zalfa seraya menggamit kebaya itu dari tangan mamanya dan tersenyum lalu beranjak ke ruang ganti.
Beberapa menit kemudian Zalfa keluar dari fitting room menggunakan kebaya lengkap dengan kain yang dipihkan mamanya tadi.
"Kamu cantik Fa, pas sekali dengan badan kamu" binaran dari mata Ivo sangat terlihat jelas bahwa anaknya harus sependapat dengannya. Dengan meletakkan kedua telapak tangan di pundak sang anak, Ivo menunjukkan wajah memelas kepada Zalfa. Anak itu hanya tersenyum berusaha memasang senyuman termanisnya agar mamanya tetap merasa senang. Dengan lembut ia menjawab "Mama, mama boleh memilihkan aku warna apa saja, kebaya mana saja, tapi boleh aku minta satu hal?" Senyuman manis itu masih tetap bersarang dibibirnya, ia terlalu takut jika kata-katanya membuat hati mamanya terluka. Mata mereka bertemu, senyuman dari Ivo juga selalu ada walaupun sedikit hambar. Zalfa menarik nafas dan melanjutkan pembicaraannya tadi "Maaf sebelumnya ma, dalam Agama kita, wanita tidak boleh memakai pakaian yang terlalu pas. Jadi, mama boleh pilihkan aku lagi. Mau kan?" senyuman manis itu berubah jadi sebuah senyuman pengharapan, Ia tau bahwa semua ibu ingin yg terbaik untuk anaknya bahkan dalam hal kecantikan "tapi maaf ma, untuk hal ini mungkin aku harus lebih berani. Dan Allah pun tidak melarangnya" Berkali kali kata maaf selalu memutari otaknya. Perlahan, Ivo menurunkan tangannya dari pundak Zalfa dan mengangguk pelan, senyuman itu memudar "pilihlah sesukamu, mama akan setuju" Hanya itu yg keluar dari mulutnya, ia merasa kecewa. "Tidak mau kah mama membantuku?" Zalfa berusaha untuk membuat hubungannya dengan mamanya sehangat mungkin. Ibu mana yg tega berlama-lama mendiami anaknya? "Baiklah, mama yg akan memberi pendapat" Zalfa memeluk mamanya dengan erat dan Ivo mengelus kepala anak kesayangannya itu mereka mulai memilih kebaya lagi. Hanya kebaya, kainnya tetap yg semula dipilihkan oleh mamanya.

***

Riuh rendah suara mahasiswa, mahasiswi dan orang tua sudah terdengar sejak 15 menit yang lalu, dengan sanggulan yang cukup besar Ivo turun dari mobil yg dikemudikan oleh suaminya. Zalfa ditemani juga oleh adik lelakinya 'Rezky'. Ya, memang keluarganya dan Zalfa agak beda. Mereka sangat peduli fashion, dan bisa dibilang keluarga sosialita apalagi ayah Zalfa adalah seorang pengusaha, mungkin bagi anak gadis lain Zalfa sangatlah bodoh karena tidak memanfaatkan kekayaan orang tuanya untuk menjadi gadis fashionable atau lainnya. Ivo dan Zalfa memang selalu bersama, satu pendapat karena mereka selalu saling mengerti walau kadang Ivo ingin sekali pergi shopping atau sekedar ke salon bersama Zalfa, namun anaknya itu selalu sibuk dikampusnya. Banyak sekali organisasi yg ia ikuti. Hadi, ayah Zalfa, dia juga tidak terlalu faham soal agama namun ia selalu menghargai dan memberi support kepada anak perempuannya itu, dan Rezky sepertinya ia akan menjadi sosok lelaki yang hebat dan tanggung jawab juga faham agama. Karena ia sering sharing dengan kakaknya walaupun kurang lebih hanya 30 menit sebelum ia terlelap dng mimpi indahnya.
blogger

Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS